Header Ads

One Day One Hadits, Sifat Tawadhu'

Belajar dari ilmu padi, dimana kian berisi, kian merunduk.

Naha Wepesansan -
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah, melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim no. 2588)

Yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meninggikan derajatnya hamba-Nya yang memiliki sifat tawadhu’, baik di dunia maupun di akhirat.

Di dunia, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia. Sedangkan di akhirat, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya pahala serta meninggikan derajatnya. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16: 142)

Terdapat beberapa pelajaran dalam hadits diatas, di antaranya:

1. Tawadhu’ merupakan sifat yang sangat mulia, akan tetapi sedikit orang yang memilikinya.

Sedikit orang yang memiliki sifat kerendahan hati atau tawadhu’, ketika dia sudah memiliki ilmu yang tinggi, gelar tinggi, serta harta yang banyak. Seharusnya kita bisa belajar dari ilmu padi, dimana kian berisi, kian merunduk.

2. Tawadhu’ adalah sikap ridho atas apa yang sudah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala, saat mempunyai kedudukan lebih rendah dari yang sepantasnya.

Ibnu Hajar berkata: “Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” (Fathul Bari, 11: 341)

3. Tawadhu’ merupakan akhlak mulia dari para Nabi ‘alaihimush sholaatu wa salaam.

Seperti Nabi Musa ‘alaihis salam, yang melakukan pekerjaan rendahan, memberi minum pada hewan ternak saat menolong dua orang wanita yang ayahnya sudah tua renta.

Ada pula Nabi Daud ‘alaihis salam, yang makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri, meski ia seorang Raja. Nabi Zakariya ‘alaihis salam, yang merupakan seorang tukang kayu.

Sifat tawadhu’ Nabi Isa ‘alaihis salam, ditunjukkan dalam perkataannya di dalam QS. Maryam, ayat 32:

وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا

“Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.”

Melihat dari sifat mulia dan tawadhu’ para Nabi tersebut, menjadikan mereka mulia baik di dunia maupun di akhirat.

4. Semakin tawadhu’ dengan sikap rendah hati dan tidak menyombongkan diri, akan semakin banyak orang yang akan menyayangi. Sifat yang dimiliki Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain.” (HR. Muslim)

5. Melihat bagaimana sifat mulia Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat memberi salam pada anak kecil, yang memiliki kedudukan lebih rendah dari pada beliau. Anas berkata:

أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يزور الأنصار ويسلم على صبيانهم ويمسح رؤوسهم

“Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berkunjung ke orang-orang Anshor. Lantas beliau memberi salam kepada anak kecil mereka dan mengusap kepala mereka.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya no. 459. Sanad hadits ini shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth)

Saat ini, sedikit orang yang mau memberi salam kepada orang yang lebih rendah derajatnya dari dirinya. Boleh jadi, sesungguhnya orang tersebut lebih mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena ketakwaan yang ia miliki.

Dalam keseharian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau membantu istrinya. Bahkan untuk hal-hal yang kecil seperti sendalnya yang putus atau bajunya yang sobek, beliau menjahit dan memperbaikinya sendiri.

Semua ini beliau lakukan, Meski beliau sibuk dalam berdakwah dan mengurus umat, beliau tidak segan untuk membantu pekerjaan istrinya.

عَنْ عُرْوَةَ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ  صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ؟ قَالَتْ: “مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ

“Urwah bertanya kepada ‘Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di rumahmu)?” Aisyah menjawab, “Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau mengesol sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember.” (HR. Ahmad 6: 167 dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya no. 5676. Sanad hadits ini shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).

tanpa rasa malu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu pekerjaan istrinya. Aisyah pernah ditanya tentang apa yang dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di rumah. Lalu Aisyah menjawab:

كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ

“Beliau selalu membantu pekerjaan keluarganya, dan jika datang waktu shalat maka beliau keluar untuk melaksanakan shalat.” (HR. Bukhari no. 676).

6. Al Hasan Al Bashri berkata:

 هل تدرون ما التواضع؟ التواضع: أن تخرج من منزلك فلا تلقى مسلماً إلا رأيت له عليك فضلاً

“Tahukah kalian apa itu tawadhu’? Tawadhu’ adalah engkau keluar dari kediamanmu lantas engkau bertemu seorang muslim. Kemudian engkau merasa bahwa ia lebih mulia darimu.”

7. Imam Asy Syafi’i berkata:

 أرفع الناس قدرا : من لا يرى قدره ، وأكبر الناس فضلا : من لا يرى فضله

“Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah menampakkan kemuliannya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6: 304)

Hadits diatas berkaitan dengan Al-Qur'an:

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam QS. Al Ahzab, ayat 21:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman di dalam QS. Maryam, ayat 32:

وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا

“Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.”

Artikel di atas dikutip dari Jamaah Husnul Khotimah Malang, pada Senin, 14 Muharram 1443 H atau 23 Agustus 2021. Wallahu a’lam bishawab.***

Tidak ada komentar