Header Ads

Prediksi Tengku Zulkarnain Terbukti, Para Buzzer Desak Agar MUI Dibubarkan

Ustadz Tengku Zulkarnain (almarhum). /Twitter/

Naha Wepesansan –
Setelah Densus 88 menangkap salah satu pengurus MUI yang diduga terindikasi teroris, para buzzer mendesak agar pemerintah membubarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Desakan agar pemerintah membubarkan MUI ini mendapat penolakan dari berbagai kalangan, terutama para ulama.

Ustadz Hilmi Firdausi selaku Owner SIT Daarul Fikri dan juga Pengasuh PP Baitul Qur’an Assa’adah, menyatakan menolak pembubaran MUI.

Dikutip dari akun Twitter pribadinya @Hilmi28 pada Rabu 17 November 2021, Ustadz Hilmi menyatakan penolakannya atas pembubaran MUI.

“Kalau memang di MUI ada yang terindikasi terorisme, buktikan saja secara hukum,” kata Hilmi Firdausi.

Hilmi mengatakan bahwa dia sudah mendengar yang bersangkutan sudah dinonaktifkan dari MUI.

Jika ada anggota MUI yang terindikasi jaringan teroris, maka dia harus bertanggung jawab.

“Bukan dengan menyuarakan bubarkan MUI yang sudah berdiri sejak 1975 dan berjasa besar kepada ummat dengan fatwa-fatwanya yang menjadi rujukan,” tandas Hilmi seraya mengajak warganet untuk meramaikan tagar #dukungMUI #kamibersamaMUI.

Desakan atas pembubaran MUI ini mengingatkan masyarakat pada prediksi almarhum Ustadz Tengku Zulkarnain.

Sebelumnya, mantan Wasekjen MUI itu pernah memprediksi jika HTI dibubarkan, maka FPI juga akan dibubarkan. Setelah itu, MUI akan senasib dengan HTI dan FPI.

Hal tersebut pernah dinyatakan Tengku Zulkarnain kepada Ketua MUI yang saat itu masih dijabat oleh KH Ma’ruf Amin dan kini menjadi Wakil Presiden RI.

Ulama yang akrab disapa Tengku Zul itu berdiskusi dengan Ma’ruf Amin tentang rencana pemerintah membubarkan HTI.

Dikutip dari kanal YouTube Hendri Official, pada Rabu 17 November 2021, hasil diskusi itu kembali diangkat oleh Tengku Zul dalam ceramahnya pada 2019 lalu.

Awalnya, Tengku Zul mengulas sejarah perkembangan Islam dan pemerintahan Indonesia sejak tahun 1950-an.

Menurut Tengku Zul, apa yang terjadi pada tahun 1955 hingga 1960 mirip dengan kejadian saat ini, di mana kelompok Islam kerap disudutkan oleh pemerintah.

“Tahun 1955 sudah mulai, Masyumi jadi kambing hitam, pokoknya asal ada jahat-jahat dituduh Masyumi, antek imperialis, antek Amerika dan Inggris,” ucap Tengku Zul pada 2019.

Menuru Tengku Zul, Masyumi dianggap sebagai kelompok musuh negara. Pokoknya siapa paling jahat di dunia waktu itu dicap Masyumi.

“Asal ada kejadian yang jahat-jahat, Masyumi dikambinghitamkan. Sekarang kejadiannya mirip. Perlu kambing hitam,” ucapnya.

Ia mencontohkan, KPK yang menolak dilemahkan dicap sebagai Taliban. HTI yang berlawanan dengan pemerintah dibubarkan karena dianggap anti NKRI.

“Saya katakan kepada Kiai Ma’ruf Amin, kalau HTI dibubarkan kiai, kita setuju, MUI setuju, nanti FPI dibubarkan,” ucap Tengku Zul menirukan pembicarannya dengan Ma’ruf Amin.

Setelah HTI berhasil dibubarkan, maka FPI akan menyusul untuk dibubarkan.

“Kalau nanti FPI sudah dibubarkan, maka yang dibubarkan terakhir adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI akan dibubarkan,” tegasnya.

Prediksi itu bukan tanpa alasan. Sebab secara institusi, kata dia, Hendardi pernah membuat satu paper yang diserahkan ke Menkopolhukam.

Menkopolhukam kemudian berencana membuat kebijakan agar paper itu disebarkan ke seluruh Indonesia dengan menggunakan dana negara.

Menkopolhukam kemudian mengundang sejumlah institusi untuk membicarakan hal tersebut.

Tengku Zul mengikuti rapat tersebut. Ia mewakili MUI untuk ikut rapat dengan Menkopolhukam.

Dalam rapat tersebut, Tengku Zul membaca paper yang isinya sangat mencengangkan.

“Saya baca keputusan itu, kalau tidak salah 46 atau 56 persen itu, angkanya saya gak ingat, tapi yang paling besarlah. Kerusuhan beragama di Indonesia 46 atau 56 persen itu dipicu oleh fatwa MUI,” ucapnya.

“Jadi, yang (dianggap) bikin rusuh Indonesia ini menurut Hendardi itu MUI, baru nomor dua FPI,” jelasnya.

Setelah rapat itu, Tengku Zul menemui Ketua MUI Ma’ruf Amin.

“Saya ingatkan kiai Ma’ruf, nanti kalau udah bubar HTI, FPI, habis itu kita,” ucap Tengku Zul.

Mendengar ucapan Tengku Zul, Ma’ruf Amin terdiam. Ia menatap wajah Tengku Zul.

“Lama Kiai Ma’ruf diam. Dia bilang kalau MUI dibubarkan, ya kita lawan. Saya bilang apa enggak terlambat melawannya?,” katanya.

Menurut Tengku Zul, semenjak zaman Orde Lama sudah ada politik kambing hitam.

“Dulu agama dipecah dua, yang nasionalis, cinta NKRI, NU. Yang radikal, antek Barat, Masyumi. Dipecah dua Islam itu, mirip sekarang,” cetus Tengku Zul.

“Sekarang yang nasionalis, NU. Yang pakai sorban, jenggot itu antek-antek anti NKRI,” sambungnya.

Ia heran dicap sebagai ulama radikal. Padahal, dia pernah mengikuti penataran pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (P4). Bahkan dia pernah menjadi penatar P4.

“Saya itu termasuk yang dituduh radikal. Saya ini pegawai negeri, 30 tahun jadi dosen, penataran P4, saya penatar P4 120 jam. Manggala namanya dulu,” ucapnya.

Ia mengaku tidak pernah menghianati NKRI, bapaknya seorang pejuang kemerdekaan dan dalam catatan sejarah tidak pernah dianggap radikal sebelum pemerintahan Jokowi.

Menurut Tengku Zul, melawan lampu merah saja tidak pernah.

“Tapi sekarang (dicap sebagai) manusia paling radikal se-Indonesia nomor dua, saya. Nomor satu Habib Rizieq, nomor dua saya,” jelasnya.

“Tapi memang perlu kambing hitam, percaya, gak bohong,” katanya lagi.

Dulu, kata dia, Masyumi dituduh berpaham Salafi-Wahabi. Masyumi dicap sebagai Wahabi, sedangkan NU dianggap nasionalis, Islam.

“Sekarang sama aja, orang-orang yang gak setuju rezim ini dituduh Wahabi, termasuk saya. Padahal, saya bermahsab Syafii totok 100 persen,” tegas Tengku Zul.

“Bapak saya pendiri NU di Medan. Masa saya dibilang Wahabi, saya qunut Subuh, tahlilan. Tapi kenapa saya diusir pakai parang sampai ke tangga pesawat dan tidak ada satu pun yang ditangkap,” katanya.

Ia menceritakan ketika diburu sekelompok orang dengan menggunakan parang di Kalimantan Barat.

“Itu yang pake parang ada 20 orang sampai ke tangga pesawat, sempat ditebas kaki saya. Dan tidak satu pun yang ditangkap. Padahal itu airport, gak boleh, bawa gunting kecil aja ditangkap,” katanya.

“Coba kalau yang datang itu Ibu Megawati, terus yang ngejar pake parang itu bersorban (teriak) Allahu Akbar, kira-kira apa yang terjadi? semua ditembak mati langsung di tempat,” tandas Tengku Zulkarnain. ***

Tidak ada komentar