Nasir Djamil: Densus 88 Ditantang Teroris Papua, Tapi Nyasar Para Ustadz dan Sudutkan Islam!
Densus 88 Ditantang
Teroris Papua, Tapi Nyasar Para Ustadz dan Sudutkan Islam. /voaindonesia/
Naha Wepesansan – Baru-baru
ini masyarakat dikejutkan dengan penangkapan Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat
Indonesia (PDRI), Ustadz Farid Ahmad Okbah oleh Densus 88 Antiteror.
Diketahui, Ustadz Farid Ahmad
Okbah ditangkap Densus 88 Antiteror di kediamannya, usai melaksanakan shalat
subuh, Selasa 16 November 2021.
Anggota Komisi III DPR RI M.
Nasir Djamil menyayangkan sejumlah penangkapan terhadap para Ustadz dan Da’ih
muslim oleh Densus 88 Antiteror terkait tuduhan terorisme.
Menurut politikus Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) ini, Densus 88 Antiteror harus mengedepankan hukum dan
keadilan, transparansi serta tidak sewenang-wenang dalam hal penangkapan
terhadap tokoh umat Islam.
Meski menurut Nasir pasal 28 ayat
(1) UU 5/2018 memang memberikan hak bagi penyidik untuk melakukan penangkapan
terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme.
Akan tetapi dalam kasus seperti
ini, Densus 88 Antiteror harus memberikan penjelasan yang transparan atas
penangkapan tersebut.
“Hal ini penting dilakukan agar
jangan terkesan Densus 88 yang pernah ditantang oleh organisasi teroris KKB
Papua, malah sepertinya hanya menyasar mubalig muslim, tebang pilih dan
cenderung menyudutkan umat Islam,” ujar Nasir pada Rabu, 17 November 2021.
Adapun tokoh muslim yang ditangkap
dengan tuduhan terorisme adalah Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Nain An Najah,
dan Ustadz Anung Al-Hamat.
Nasir Djamil menilai, ketiga
tokoh tersebut dikenal baik dalam ceramahnya.
“Setahu saya mereka itu dalam
ceramahnya tidak menghujat pemerintah atau berorientasi takfiri,” ujarnya.
Di samping itu, Legislator asal
Aceh ini juga meminta selama dalam penahanan dan proses penyelidikan, Densus 88
Antiteror wajib menghormati hak asasi ketiga orang ustadz itu. Ini rohnya UU
5/2018.
Nasir juga mengatakan, Densus 88
Antiteror, TNI dan Polri dan Pemerintah agar dalam menanggulangi terorisme juga
mempertimbangkan faktor objektifitas.
Sebab, menurutnya, sebagian besar
tokoh dan penceramah muslim di Indonesia tidak pernah mengangkat senjata atau
membeli senjata dari oknum aparat yang dipakai oleh gerakan separatis, apalagi
sampai mendirikan negara yang berpisah dari NKRI.
Post a Comment