Header Ads

Tragedi Karbala, Terbunuhnya Husain di Bulan Muharram Asyura


Naha Wepesansan –
Sejumlah peristiwa penting terjadi di bulan Muharram, salah satunya tragedi Karbala. Pertempuran Karbala terjadi pada tanggal 10 Muharram, tahun ke-61 Hijriyah di wilayah Karbala, Irak.

Tragedi Karbala ini mengakibatnya terbunuhnya Husain bin Ali Radhiyallahu ‘anhuma, cucu Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Tragedi Karbala menjadi nestapa sejarah Islam yang kelam. Ketika nafsu kekuasaan merajalela, rasa hormat terhadap keturunan Nabi jadi hilang.

Perang Karbala merupakan kelanjutan dari riwayat panjang tentang perselisihan dan permusuhan kaum Muslimin sepeninggalan Rosulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.

Karbala adalah sebuah kota yang terletak sekitar 100 kilometer di sebelah barat Kota Baghdad, Irak. Penduduknya kurang lebih 600 ribu jiwa dan mayoritas penduduknya beragama Islam. Karbala merupakan salah satu tempat yang disucikan kaum muslim Syiah.

Masyhad Al-Husain, makam Husein bin Ali Radhiyallahu ‘anhuma berada di pusat kota. Muslim Syiah sering mengunjungi tempat ini untuk berziarah dan mengenang Pertempuran Asyura. Kota bersejarah ini berasal dari akar etnis Assyria, Babilonia, atau Persia.

Kemasyhuran Karbala di antara kaum Syiah dikarenakan Pertempuran Karbala pada 10 Muharram, tahun ke-61 Hijriyah. Bagi Muslim Syiah, Karbala menduduki posisi penting dalam kesalehan orang Syiah sejak tahun 63 Hijriyah atau 682 Masehi, ketika keluarga Husein memutuskan berziarah ke Masyhad sebelum menuju Madinah.

Pada tahun 685 Masehi Karbala semakin ramai sewaktu Sulaiman bin Syurad pemimpin terkemuka Syiah di Kufah dan pengikutnya mengunjungi Masyhad Al-Husain. Praktik kunjungan ini menjadi legitimasi atas peringatan Asyura.

Mereka menyandarkannya pada tradisi atau keterangan Imam Muhammad al-Baqir dan Ja’far as-Shadiq. Karena itulah, Muslim Syiah bersedia menempuh perjalanan sulit untuk nenempuh perjalanan menuju Karbala.

Pada tahun 850-851 Masehi, Khalifah Al-Mutawakkil dari Dinasti Abbasiyah menghancurkan makam dan melarang kunjungan ke Karbala dengan ancaman hukuman yang berat, ketika praktik ziarah ke Masyhad Al-Husain ini telah berlangsung selama berabad-abad dan khawatir menjadi praktik merusak akidah umat Islam.

Sebab, Dinasti Abbasiyah yang Sunni resah dengan kekeramatan yang semakin meningkat terkait dengan keberadaan makam tersebut. Tradisi mesianik (kebangkitan) mengenai Karbala sebagai batu tonggak revolusi eskatologis Imam Mahdi pada hari akhir. Makam asli dihancurkan pada tahun 850 Masehi, namun dibangun kembali pada tahun 979 Masehi.

Selanjutnya pada tahun 1086, makam tersebut dibakar sebelum dibangun kembali beberapa waktu kemudian. Penghancuran besar-besaran terjadi pada tahun 1801. Sejumlah makam yang dianggap keramat yang ada di Karbala dan Najaf diserang dan dihancurkan oleh Wahabi.

Setelah penyerangan itu, syekh asal Karbala mendirikan sebuah negara republik yang berakhir akibat kekuasaan Kesultanan Usmaniyah pada tahun 1843. Peristiwa ini menyebabkan banyak pelajar dan cendekiawan pindah ke Najaf, yang dijadikan sebagai pusat keagamaan Syiah.

Hubungan Karbala dengan tradisi agama kaum Syiah menimbulkan kecurigaan di pihak Pemerintah Iraq kaum Sunni. Selama pemerintahan Saddam Hussein, perayaan keagamaan Syiah dilarang dan banyak kaum Syiah non-Irak yang tidak diizinkan mengunjungi Karbala.

Pada tahun 1991, Karbala rusak parah dan banyak orang tewas ketika sebuah pemberontakan oleh kaum Syiah sempat ditumpas oleh rezim Saddam. Ziarah pada tahun 2004 adalah yang terbesar dalam beberapa dasawarsa terakhir, dengan lebih dari satu juta orang mengikutinya.

Tidak ada komentar