Bolehkah Menikah di Bulan Muharram atau Bulan Suro?
Naha Wepesansan – Dalam Islam pernikahan merupakan ibadah yang mulia dan suci. Untuk itu menikah tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena ini merupakan bentuk ibadah terpanjang dan selayaknya dijaga hingga maut memisahkan.
Keyakinan yang beredar di Tanah Air, khususnya di Jawa,
bulan Muharram atau lebih dikenal dengan bulan Suro adalah bulan yang tidak
baik untuk menggelar pernikahan.
Sedangkan bulan baik yang dianggap cocok untuk menikah antara
lain bulan Safar, Dzulhijah, atau Syawal.
Ada banyak beberapa kebahagiaan yang dirasakan kaum Muslimin
di Tanah Air saat memasuki bulan Dzulhijah. Pertama adalah bulan haji, di mana
Allah menjamu tamu-tamunya di Baitullah. Yang tidak berangkat pun turut
merasakan kebahagiaan dengan mengamalkan puasa Arafah.
Kedua, umat Islam merayakan Hari Raya Idul Adha, dengan
menyembelih hewan kurban dan berbagi dengan sesama.
Ketiga banyaknya acara hajatan pernikahan yang berlangsung
di bulan Dzulhijah.
Bulan Dzulhijah, dikenal sebagai bulan pernikahan, khususnya
di Indonesia. Jauh-jauh hari menyiapkan tanggal pernikahan di bulan ini.
Alasannya sederhana, jangan sampai masuk ke bulan Muharram.
Banyaknya keyakinan tidak boleh menggelar hajat pernikahan
di bulan-bulan tertentu. Seperti ada anjuran untuk tidak menikah di bulan
Syawal di Minangkabau. Keyakinan itu sejalan dengan budaya orang-orang Arab
jahiliyah.
Alasannya pada bulan Syawal, unta betina menolak didekati
unta jantan dengan cara mengangkat ekornya. Perilaku unta betina yang menolak
dengan mengangkat ekor disebut syalat bi dzanabiha. Dari sinilah syalat ini
menurut Lisanul Arab Ibnu Mundzir menjadi muasal kata Syawal.
Bulan Safar juga diyakini bulan yang jelek untuk
melangsungkan pernikahan, karena Safar bermakna kosong. Pada bulan ini
orang-orang meninggalkan rumah untuk berburu, berperang, berdagang, dan
lainnya. Akhirnya banyak rumah-rumah kosong dan tidak pas untuk melangsungkan
pernikahan.
Terakhir adalah bulan Muharram atau bulan Sura. Dalam
keyakinan masyarakat Jawa, bulan Suro adalah bulannya priyayi. Hanya kalangan
keraton yang boleh melangsungkan hajat di bulan Suro.
Bahkan banyak yang menyampaikan alasan tidak masuk akal,
seperti bulan Suro adalah bulannya Nyi Roro Kidul melangsungkan hajat. Sehingga
banyak orang enggan melangsungkan hajat di bulan Muharram.
Padahal sejatinya bulan Muharram
adalah bulan mulia di antara bulan-bulan lainnya dalam kalender Hijriyah. Muharram
ini adalah bulan yang sangat mulia, satu di antara empat bulan Hurum (Asyharul Hurum), yang Allah
Subhanahu wa Ta’ala cantumkan di surat At Taubah ayat 36:
اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ
شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ
اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ
اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ
كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
Di sini Allah mengatakan Hurum “min haaa arba’atun hurum”,
dari dua belas bulan itu ada empat bulan hurum atau empat bulan mulia atau
empat bulan suci, salah satunya adalah bulan Muharram.
Dari ayat diatas bisa disimpulkan bahwa kedudukan bulan
Muharram sangat mulia. Tentu menikah di bulan Muharram pahalanya justru akan
lebih berlimpah.
Post a Comment